Jakarta Komunitas Warga Batak Mandailing di Malaysia meminta saudara mereka di Indonesia memahami usulan soal tari Tor-tor masuk dalam warisan kebudayaan negeri jiran. Salah satu alasannya adalah agar Tari Tor-tor bisa lestari dan mendapat pengakuan negara, tidak hanya dipentaskan di rumah saja. "Kami sudah 200 tahun di sini, sebelum wujud Malaysia dan Indonesia, kami sudah ada di sini. Kenapa tidak boleh kebudayaan Mandailing ada," ujar tokoh Warga Batak Mandailing di Malaysia, Ramli Abdul Karim Hasibuan, saat berbincang dengan detikcom, Senin (18/6/2012). Ramli juga mempersoalkan bahasa yang digunakan media di Indonesia soal 'klaim'. Tidak ada yang namanya Malaysia mengklaim tari Tor-tor. Dia bercerita tor-tor merupakan bahasa Mandailing yang artinya tarian-tarian. Dia bersama 500 ribu warga komunitas warga Mandailing dari berbagai macam marga di Malaysia antara lain Nasution dan Siregar, ingin budaya Mandailing diakui juga oleh pemerintahnya. "Ini sudah hampir 70 tahun kami perjuangkan. Kemarin 14 Juni ada acara Perhimpunan Anak Mandailing, dan kami meminta kepada yang terhormat Menteri Penerangan supaya kebudayaan Mandailing diangkat sama tingginya dengan budaya China dan India, juga dengan budaya Minang dan Jawa. Saat itu disebutkan akan dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam akta warisan negara, sebagai pelestarian suatu budaya," terang Ramli yang sempat mengajak detikcom berbicara bahasa Mandailing ini. Ramli menegaskan, tari Tor-tor diusulkan sebagai warisan kebudayaan bangsa bukan berarti diklaim Malaysia, tapi justru agar dilestarikan, dipelihara dan dipertahankan supaya jangan hilang. "Selepas masuk dalam pelestarian budaya, akan diberi peruntukan budget keuangan bagi kebudayaan ini. Jadi tidak ada niat Malaysia mengklaim milik Indonesia, kalau disebut itu milik Mandailing," jelasnya. Masyarakat Warga Batak Mandailing sudah selama 200 tahun berkiprah di Malaysia. Mereka tersebar mulai dari wilayah Perak, Selangor, Negeri Sembilan, hingga Kuala Lumpur. Keturunan Mandailing dari marga Nasution dan Siregar bahkan banyak yang menjadi pejabat di pemerintahan Malaysia. "Kami ingin budaya Mandailing juga diangkat di sini. Kami berpesan kepada saudara kami di Mandailing, kami juga warga Mandailing, kami ingin kebudayaan kami diakui di Malaysia. Tidak ada diklaim, tapi dilestarikan. Bukan hanya sekadar dipentaskan di belakang rumah," tuturnya. Ramli mengibaratkan dengan kesenian Barongsai yang di era Gus Dur diperbolehkan dipertunjukkan di Indonesia. Tapi kesenian Barongsai itu pun tidak otomatis diklaim menjadi milik Indonesia, sebatas hanya menjadi kebudayaan saja. "Kami hanya ingin budaya Mandailing di Malaysia dilestarikan," tegas Ramli yang juga editor di harian Utusan Malaysia ini.
0 komentar:
Posting Komentar